Perkembangan teknologi dan informasi membuat anak-anak lebih mudah mendapatkan sesuatu. Segala hal terasa instan. Semoga berbagai kemudahan ini nggak membuat terlena sehingga anak-anak kurang berusaha dalam melakukan yang terbaik.
Nurman Siagian, pakar edukasi anak sekaligus Kordinator Program Pendidikan Wahana Visi Indonesia (WVI) berpendapat kompetensi generasi muda saat ini dirasa berada di masa-masa kritis. Ya, walaupun memang secara pencapaian semakin baik tapi tetap aja belum ideal.
"Belakangan pasti pada tahu deh soal Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK) anak-anak SMA. Mereka mengalami kesulitan dan soal tersebut dirasa terlalu sulit," tutur Nurman dalam talkshow yang diadakan oleh SiDU, 'Membangun Generasi Cerdas Indonesia Melalui Kebiasaan Menulis' di Morrissey Hotel Residences, Jakarta Pusat, Selasa (8/5/2018).
Nurman menuturkan Indonesia adalah negara dengan peringkat ke 60 dari 72 negara yang anak-anaknya memiliki kompetensi rendah. Padahal kita tahu hasil ini sangat kurang jika negara kita ingin bersaing di era globalisasi.
"Kemampuan menulis anak-anak kita masih sangat rendah. Bahkan anak SMA, mereka masih saja kesulitan menulis. Hasil riset Kemendikbud 2016 yang waktu itu melakukan 'AKSI' atau Assesment Kompetensi Siswa Indonesia mengatakan dari 100 persen, masih ada 73 persen anak-anak yang sulit menulis," kata Nurman. Duh miris ya, Bun.
Penyebab rendahnya kompetensi anak Indonesia yaitu:
1. Pemahaman anak-anak terhadap apa yang mereka pelajari masih sangat rendah.
2. Anak-anak juga masih rendah dalam mengeluarkan ide dan ekspresi.
Nah, akar sebenarnya adalah mungkin dari pihak pemerintah atau terkait bisa memberikan pemahaman lebih soal kompetensi pada guru-gurunya. "Sebagian besar guru juga kesulitan menulis. Mereka terbiasa copy paste pelajaran tersebut tanpa melakukan inovasi kembali padahal siswa bisa paham atau tidak semua berawal dari gurunya terlebih dahulu," tutur Nurman.
Tapi nggak semua masalah pendidikan bisa kita 'tumpahkan' semua ke guru lho, Bun. Karena menurut Melly Kiong yang merupakan praktisi mindful parenting, sebagai orang tua kita juga perlu terlibat dalam menumbuhkan kompetensi anak dengan baik.
"Kompetensi kan nggak hanya akademis atau kognitif tapi juga karakter. Nah gimana caranya bisa dapat itu semua dari satu kegiatan, yaitu menulis," ungkap Melly pada kesempatan yang sama.
Apalagi jika ibu bekerja seperti Melly dan ibu lainnya di luar sana, pasti harus lebih mutar otak gimana caranya agar pendidikan anak nggak kelewat begitu saja. "Saya ibu bekerja tapi tanggung jawab anak juga ada di saya. Dulu nggak ada HP tapi gimana caranya saya tahu anak-anak di rumah seperti apa," tutur Melly.
Akhirnya ia pun membuat kemitraan dengan si mbak atau babysiternya, bahwa ya tugas mendidik anak memang nggak bisa hanya dia sendiri. Karena itu ia memanfaatkan support system yang ada dan gimana caranya supaya seimbang yaitu dengan pendelegasian tugas ke si pengasuh anak.
Intinya, mendidik anak, termasuk meningkatkan kompetensinya, nggak bisa hanya orang tua atau guru saja, Bun, tapi semua peran yang ada di sekitar anak harus turut membantu. Yuk kita bahu-membahu untuk membenahinya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar